Sutrah Dalam Shalat (Bagian 1)

0

Sebuah pembahasan yang sangat perlu dimengerti oleh seorang yang akan shalat, terkait dengan hukum menggunakan sutrah.

Berikut akan kami tuliskan beberapa faedah penting terkait dengan hukum menggunakan sutrah, semoga menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat.

 

Faedah pertama :

  • Definisi sutrah

Sutrah adalah pembatas antara seorang yang shalat dengan lalu lalangnya manusia.

 

Faedah kedua :

  • Ukuran sutrah

Ukuran yang dibenarkan dalam sutrah adalah minimal seperti mu’khiratur rahli, yaitu tempat bersandarnya penunggang unta, yaitu kurang lebih 2/3 sasta.

 

Dalilnya sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam,

 

“Ketika diberitahu lalu lalang binatang dihadapan orang yang shalat : “Kalian letakkan seperti mu’khiratu rahli didepanmu,  kemudian tidak membahayakan apa yang lewat dihadapannya.” (HR. Muslim dari Talhah bin Ubaidillah)

 

Berkata Al-Imam An-Nawawi rahimahullah,

 

“Didalam hadits diatas terdapat anjuran untuk menggunakan sutrah dihadapan orang yang shalat. Dan juga menunjukkan bahwa batas minimal sutrah adalah seperti tempat sandaran pelana unta. Yaitu kurang lebih 2/3 hasta dan dianggap juga sutrah dengan apa yang bisa diberdirikan dihadapannya.” (Syarh Muslim : 4/216)

 

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah,

 

Sutrah yang utama adalah seperti tempat sandar pelana unta, yaitu kurang lebih 2/3 hasta.” (Fatawa Ibn Utsaimin : 13/326)

 

Maka jika bisa menggunakan sutrah yang lebih panjang, itu lebih utama.

 

Faedah ketiga :

  • Hukum menggunakan sutrah

Terjadi perselisihan dikalangan ulama tentang hukum menggunakan sutrah

 

Mayoritas ulama berpendapat bahwa sutrah itu sunnah, seperti Al-Imam An-Nawawi, Ibnu Qudamah, dan dari kalangan ulama mu’ashirin Syaikh Ibnu Utsaimin dan Syaikh bin Baz rahimahullah.

 

Dalilnya adalah hadits Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam shalat di Mina dengan sahabat dalam keadaan tidak menghadap tembok.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Juga hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la,

 

beliau ditanya, apakah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam shalat dalam keadaan didepannya ada tombak kecil ? beliau menjawab : “tidak.”

 

Sedangkan Madzhab Imam Ahmad dalam satu riwayat, dan yang dhahir dari pendapat Ibnu Huzaimah, bahwa sutrah hukumnya wajib.

 

Mereka berdalil dengan hadits Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam keluar untuk shalat di mushalla lalu beliau menyuruh untuk diambilkan hirbah (tombak kecil) lalu beliau menancapkan didepannya (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam juga bersabda, “janganlah kalian shalat kecuali menghadap ke sutrah.” (HR. Ibnu Huzaimah dan disahihkan oleh Al Albani didalam Sifat Shalat Nabi)

 

Dan asal dalam perintah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam menunjukkan hukum wajib, demikian disebutkan dalam qaidah usuliyyah.

 

Kemudian, kebiasaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dalam shalat tidak pernah meninggalkan sutrah menjadi dalil bahwa hukumnya wajib.

 

Karena masuk kedalam keumuman sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam,  “shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.

 

Dari dua pendapat diatas, yang lebih sahih wallahu a’lam adalah pendapat kedua, dan ini yang dipilih oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Sifat Shalat Nabi.

 

Adapun dalil yang dijadikan jumhur ulama, tidak secara jelas menunjukan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam tidak menggunakan sutrah, seperti dalam hadits bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam  shalat dimina dengan sahabat tidak menghadap tembok. (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Bukan berarti beliau tidak menghadap tembok lalu beliau tidak menggunakan sutrah, wallahu a’lam.

 

Adapun hadits Ibnu Abbas, yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la, beliau ditanya, apakah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam shalat dalam keadaan didepannya ada Tombak kecil ? beliau menjawab : “tidak”.

 

Para ulama menghukumi hadist Ibnu Abbas dengan munqati’ (terputus) antara Yahya Al Jazzar perawi dari Ibnu Abbas, dengan Abdullah bin Abbas, demikian disebutkan dalam kitab Jami’ At Tahshil karya Al ‘Alai rahimahullah.

 

Sehingga pendapat yang mengatakan wajib Insya Allah lebih dekat kepada kebenaran. Wallahu a’lam.

 

Faedah keempat :

Bagi yang mengikuti madzhab jumhur ulama, tentunya tidak mengabaikan sutrah, karena ulama telah menukil ijma’ tentang sunnahnya sutrah, sebagaimana dinukil oleh Abu Hamid dari ulama As-Syafiiyyah dan Al Imam Ibnu Qudamah dalam Al Mughni (2/67).

 

 

Wallahu A’lam Bishawab

 

 

 

Penulis : Ustadz Abu Abdillah Imam

Tinggalkan Komentar Anda

Email Anda tidak akan dipublikasi.