Adab Safar Sesuai Tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah (Bagian 4)

Sebuah adab yang kadang terlewatkan ketika akan melakukan safar, yaitu istikharah.

Istikharah adalah meminta pilihan kepada Allah Ta’ala dalam melakukan perjalanan tersebut.

Kadang kita beranggapan sesuatu itu baik, namun menurut Allah tidak, atau kebalikannya, kita beranggapan itu jelek, namun menurut Allah itu baik.

 

Allah berfirman,

 

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

 

“Dan barangkali engkau benci sesuatu, namun itu lebih baik untuk kalian, dan barangkali engkau suka dengan sesuatu, tetapi itu justru kejelekan atas kalian, dan Allah maha mengetahui, dalam keadaan kalian tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 216)

 

Dengan istikharah (meminta pilihan) kepada Allah, maka Allah Ta’ala akan memberikan pilihan terbaik kepada kita.

 

Jabir bin Abdillah berkata,

 

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُعَلِّمُ أَصْحَابَهُ الاِسْتِخَارَةَ فِى

الأُمُورِ كُلِّهَا ، كَمَا يُعَلِّمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ يَقُولُ

« إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالأَمْرِ

فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ ، اللَّهُمَّ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ هَذَا الأَمْرَ – ثُمَّ تُسَمِّيهِ بِعَيْنِهِ – خَيْرًا لِى فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – قَالَ أَوْ فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – فَاقْدُرْهُ لِى ، وَيَسِّرْهُ لِى ، ثُمَّ بَارِكْ لِى فِيهِ ، اللَّهُمَّ وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّهُ شَرٌّ لِى فِى دِينِى وَمَعَاشِى وَعَاقِبَةِ أَمْرِى – أَوْ قَالَ فِى عَاجِلِ أَمْرِى وَآجِلِهِ – فَاصْرِفْنِى عَنْهُ ، وَاقْدُرْ لِىَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ، ثُمَّ رَضِّنِى بِهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari para sahabatnya untuk shalat istikharah dalam setiap urusan, sebagaimana beliau mengajari surat dari Al-Quran. Beliau bersabda, “Jika kalian ingin melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua rakaat selain shalat fardhu, kemudian hendaklah ia berdoa:

“Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub.”

“Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi.”

“Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.” (HR. Al-Bukhari)

 

Hadits di atas adalah doa yang dibaca dikala shalat istikharah.

 

Namun berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan shalat istikharah :

  1. Istikharah dilakukan dalam safar yang  mubah, adapun dalam safar yang wajib atau sunnah, tentunya tidak diperlukan untuk istikharah terkait safar.
  2. Jangan menganggap remeh istikharah sekalipun itu adalah hal yang kecil, sehingga Jabir bin Abdullah menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan istikharah dalam segala sesuatu.
  3. Perlu diketahui, bahwa doa istikharah itu dibaca setelah shalat dua rakaat yang bukan shalat wajib. Artinya, dia melakukan shalat sunnat dua rakaat dengan niat shalat istikharah.
  4. Pelajaran penting disini, bahwa seorang yang melakukan istikharah, dia harus membuang semua keinginannya tentang perkara tersebut, dan menyerahkan semuanya kepada Allah, dan meminta pilihan kepada Allah Ta’ala.

 

Berkata Al-Imam As-Syaukani rahimahullah,

 

فلا ينبغي أن يعتمدَ على انشراحٍ كان له فيه هوى قبل الاستخارة، بل ينبغي للمتسخيرِ ترك اختيارِه رأسًا، وإلا فلا يكون مستخيرًا لله، بل يكونُ مستخيرًا لهواه،

 

“Tidak sepatutnya seorang yang melakukan istikharah itu memiliki keinginan tertentu sebelum istikharah. Namun seyogyanya meninggalkan semua pilihannya, dan menyerahkan kepada Allah semuanya, jika tidak demikian, maka dia tidak dianggap telah melakukan istikharah kepada Allah, namun istikharah kepada keinginannya.” (Nailul Aithar : 3/ 87)

 

  1. Bukan sebuah keharusan seseorang yang melakukan istikharah untuk bermimpi sebagai jawaban atas istikharahnya.

 

Namun jika dia bermimpi tentang jawaban istikharahnya, itu sebagai hal yang baik, namun jika tidak, maka bukanlah sebuah keharusan. Baginya melakukan apa yang dirinya merasa tenang setelah istikharah.

 

Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk melakukan istikharah dalam setiap langkah mubah yang kita lakukan, Amin Ya Rabbal ‘alamin.

 

 

Penulis : Ustadz Abu Abdillah Imam

berpergiansafar